Belajar bersyukur dari Mereka yang tak jarang dipandang Sebelah Mata
Senin pagi. Jalanan macet. Saat
itu aku hendak pergi kuliah. Kebosanan menyeruak dilangit- langit mobil.
Mengutuk dalam hati “kenapa pula berangkat kesiangan”. Rasanya akulah orang
yang menyedihkan hari itu. Kejadian berminggu-minggu lalu tiba-tiba datang menggerayami
ingatanku kembali. Kekecewaan yang selama ini aku coba untuk lupakan. Tapi
bayangan itu seperti siaran televisi yang diputar berulang-ulang, sangat
mengganggu. Ingin aku meluapkan kesedihan, kekesalan dan kemarahanku. Hitungan
detik jika aku tidak bisa menaklukan perasaanku mungkin saja air mata itu tak
akan tertahankan.
Tidiiitt..
tidiiiiiitt... Kali ini suara klakson berhasil menghentikan lamunanku. Setelah 18
menit mobil akhirnya melaju perlahan. Setibanya di perempatan antrian mulai
mengular kembali. Saat itu, dari balik jendela mobil aku melihat seorang nenek
sepuh, dilihat dari perawakannya mungkin usianya sekitar 70 tahunan. Seketika
melihatnya, napasku mulai terasa sesak, sampai hatiku jerih melihatnya. Nenek
itu keluar dari sebuah gang, tubuhnya ringkih, tidak kokoh lagi berdiri untuk menopang
badannya , ia berjalan sambil berjongkok. Bisa dibayangkan. Sepanjang hari,
tiap harinya ia bepergian dengan berjalan seperti itu. Kita saja yang disuruh
berjalan sambil jongkok, sudah kelelahan meski baru satu sampai dua meter. Jika
kalian diposisi aku pagi itu apa kalian akan tega melihatnya?. Setelah hari itu aku bahkan lebih sering lagi
melihatnya setiap pagi. Sedih sekali melihatnya karena, orang-orang yang berada
di trotoar hanya melihatnya sekilas bahkan ada pula yang memilih tidak peduli.
Sudah biasa.
Kali
ini aku benar-benar menitikkan air mata. Lantaran aku tak bisa berbuat apa-apa.
Ingin rasanya turun dari mobil, menyambanginya, mengajaknya berbicara,
mendengar suara hatinya, menemani dan membantunya ketempat tujuannya. Tapi aku
tak melakukan hal itu, aku hanya bisa merasa Kasihan dan iba, dari balik
jendela mobil. Aku memaki diri sendiri “betapa tidak bergunanya aku”.
Tak
hanya itu. Sepulang kuliah aku menaikki angkot isinya hanya 5 orang. Tiba-tiba
dua orang bapak-bapak menghentikan angkot yang aku tumpangi. Mereka menitipkan
seorang kakek yang tak dapat melihat, dan kakinya pincang. Saat diangkot kakek
itu duduk disebelahku. Ia memanjatkan doa kepada ALLAH dan berseru terimakasih pada sang supir
angkot karena rela mengantarnya pulang. Kami semua memandanginya dan mulai
mendengarkan ceritanya. Beliau menuturkan bahwa ia sudah menunggu selama 2 jam.
Karena beliau menunggu dari sebelum adzan dzuhur, ingatnya. Beliau mulai menitikan
air matanya sambil berkata “mungkin orang-orang hanya memandang fisik, melihat
kakek-kakek tua yang cacat dengan pakaian kotor pastilah supir angkot yang
berlalu lalang tadi berpikir kakek ini tak mampu bayar atau mungkin juga malu
membawanya”. Aku meremas lututku. Berkata lirih dalam hati “Apa hati
orang-orang itu, sudah tertutup semua, apa mereka juga lupa bahwa dirumah,
mungkin saja mereka juga memiliki orang tua yang seumur dengan kakek itu?”
Pikirku.
Sekali
lagi. Aku benar-benar membenci diriku
sendiri, lantaran diri ini merasa terlalu naif dan munafik. Aku
menyadari teramat kasian terhadap nenek dan kakek itu tapi aku tak memberikan
pertolongan apapun. Aku mengaku cinta akan Nabi Muhammad SAW tapi aku tidak
berbuat apa-apa untuk mengurangi beban dihati mereka, bahkan untuk menunjukkan
kepedulianku saja atau sekadar memberi senyum aku tak melakukan hal itu. Aku
sangat menyesalinya. Sampai di hari aku menulis catatan ini. Aku belum berbuat
apa-apa.
Selama
ini kita merasa hidup kitalah yang paling menyedihkan, yang paling menderita,
masalah kita paling banyak. Tapi bukankah diluar sana banyak orang yang dengan
serba keterbatasannya tetap berusaha tanpa bergantung pada orang-orang
disekitarnya dan mereka juga tetap bisa memberikan pelajaran hidup yang baik
untuk kita. Mereka mengajarkan kepada kita semua untuk mensyukuri hidup dan
tidak berputus asa. Maka Nikmat Tuhan-Mu yang manakah yang Kamu dustakan.
Salam cinta dariku untuk Kalian.
Komentar
Posting Komentar