Nyontek lagi, lagi lagi nyontek..

Nyontek lagi, lagi lagi nyontek..
Nyontek itu semacam zat adiktif yang membuat seseorang kecanduan dan ketergantungan. Dibalik nyontek ada sebuah kebohongan, dibalik nyontek ada dusta ada kemunafikan pelakunya. Dulu waktu masih duduk dibangku sekolah dasar, Guru-guru selalu bilang “nak, nyotek itu termasuk korupsi” Lain halnya dengan para pejabat yang korupsi uang miliaran rupiah. Korupsi tetaplah korupsi yang  menyengsarakan orang lain, mengambil yang bukan haknya. Masalahnya mungkin banyak diantara kalian yang tidak tahu kalau nyontek itu telah menyengsarakan teman kalian yang belajar habis-habisan tapi yang namanya daya ingat ada kapasitasnya, beda halnya sama google selama kuota unlimited jalan terus. (Buat yang gak suka nyontek kalian harus kerja lebih keras lagi untuk belajar). Mungkin kalian berpikir ah teman kalian ini ga mau nyontek karena takut ketahuan guru atau mungkin dia emang ga bisa nyontek atau dia udah pinter.
Padahal, mereka yang gak nyontek saat ujian bukan takut ketahuan pengawas ujian tapi mereka takut diawasi dua malaikat yang mencatat amal perbuatan mereka, mereka juga percaya Allah maha melihat bukannya kalian selalu bilang Tuhan tak pernah tidur. Mereka mungkin juga ga bisa isi jawabannya dan mungkin mereka akan malu nantinya jika hasilnya jelek, tapi mereka jauh lebih malu dan juga takut saat yaumul hisab nanti.

Sayangnya nyontek sekarang ini dianggap hal biasa dan tak masalah. Bahkan versi kalian kalau hanya bertanya ke teman itu tidak nyontek, karena nyontek bagi kalian kalau sudah buka buku. Nyontek juga plagiat kalau gak mau dibilang plagiat harusnya kalian cantumkan sumbernya.
“Wong edan.. masa iya? Nanti ketahuan dong nyontek”. Lah situ punya malu dan rasa takut toh??...
Entah siapa yang meracuni pola pikir kalian bahkan tidak sedikit  para guru atau dosen pura-pura tak tahu perihal ncontek-mencontek ini. Mereka hanya berpikir si anak mampu mengisi dan ada si anak yang  tak mampu mengisi. Mereka hanya berpikir itu sebagai bentuk pemahaman mereka karena dulupun mereka seperti itu. Tapi saya percaya masih banyak guru-guru dan dosen diluar sana yang menjunjung tinggi nilai kejujuran. Yang saya khawatirkan adalah guru-guru yang tak pernah mengabsen siswanya bagaimana mungkin mereka hanya mengandalkan nilai ujian saja? Tanpa mengenal siswanya. Lalu apa peran Afektif dan kognitif siswa selama pembelajaran?.
Kalau sekolah hanya untuk mengejar nilai dan numpang gaya pantas saja saat kelulusan perilakunya seperti tak terpelajar.


Maaf bila ada yang tersinggung. Saya bukan orang baik. Tapi mari bersama-sama jadi orang baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sudahkah Jujur hari ini?

Tentang Teman di Dunia Maya

Tentang Karakter